Oleh : H. MARA JAKSA HARAHAP, S.Ag, M.A.
Assalamu’alaikum, Sahabatku.
Mata bisa salah melihat, lisan pun bisa salah berucap, telinga bisa salah mendengar bahkan pikiranpun bisa saja salah berpresepsi.
Mengapa kita dianjurkan Rasulullah memandang, mendengar dan berpendapat sesuatu itu diupayakan dari sisi positif atau baiknya terlebih dahulu karena memang Allah memberikan pada hamba-Nya sesuai dengan prasangka hamba-Nya.
Alkisah taubatnya segerombolan maling karena baik sangka nya seorang kakek layak kita ambil hikmahnya. Malam masih sangat panjang ketika segerombolan maling tunggang-langgang dikejar penduduk sebuah kampung.
Nyaris tertangkap dan diamuk massa, nasib baik masih menghampiri. Mereka berhasil meloloskan diri dan menjauh pergi ke kampung yang dirasa sedikit lebih aman dari endusan penduduk yang memburu secara membabi-buta. Guna menghapus jejak, mereka memutuskan untuk masuk ke sebuah rumah.
Kepada pemilik rumah mereka mengaku sebagai prajurit istana yang sedang kelelahan mengejar pemberontak. Senyum merekah segera meluncur dari bibir tuan rumah. Lelaki sepuh itu segera menjamu para tamu yang istimewa di matanya.
Ia bahagia sebahagia-bahagianya. Tuhan sedang menitipkan para pejuang yang berjihad untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan dari rongrongan pemberontak. “Orang bughat (memberontak kepada penguasa yang sah) memang harus diperangi,” demikian ia membuka percakapan sembari menyuguhkan minuman hangat.
Suasana hening dan kikuk. Masing-masing anggota gerombolan maling yang berjumlah empat orang itu saling berpandangan mata. Sadar akan sandiwara mereka, para maling segera menyesuaikan keadaan dan mengikuti alur pembicaraan yang tentu saja penuh dengan kepalsuan dan kebohongan. Ketika malam semakin larut, tuan rumah memaksa gerombolan itu menginap di rumahnya.
Mula-mula mereka menolak. Namun atas kuatnya dorongan dan rasa iba terhadap tuan rumah yang demikian bahagia, mereka akhirnya memutuskan untuk menurutinya. Tentu saja mereka tak tidur. Mereka tetap waspada, barangkali ada kejadian-kejadian yang tidak diduga, termasuk terbukanya kedok dan kemungkinan terendusnya keberadaan mereka oleh penduduk.
Ketika semua berada di dalam kamar, tuan rumah dengan penuh semangat membopong seorang gadis paruh baya. Ia membaringkan putrinya di lantai ruang tamu. Sisa-sisa air minum para tamu dilaburkan ke sekujur tubuh anaknya yang lumpuh. Ia percaya bahwa sisa-sisa air minum para mujahid yang ikhlas membela kedaulatan kerajaan bisa menjadi jalan kesembuhan bagi kelumpuhan anaknya.
Para tamu yang sadar dan tahu akan kejadian itu hanya bisa diam dan menitikkan air mata. Kebohongan dan kepalsuan yang mereka lakukan dibalas dengan kebaikan dan juga penghormatan yang demikian luar biasa. Bahkan tuan rumah percaya dan berharap air bekas minum mereka bertuah bagi kesembuhan anaknya.
Malam semakin larut ketika masing-masing maling itu meneteskan air mata. Ajaib, esok hari ketika keadaan dirasa aman, para tamu itu pamit undur diri. Si lelaki sepuh keluar kamar melepas kepergian sembari menciumi tangan mereka satu per satu.
Lelaki itu berterima kasih. Ia bercerita bahwa putrinya telah sembuh dari penyakit lumpuh. Sekonyong-konyong, rombongan maling itu menangis sejadi-jadinya. Bukan hanya karena kesembuhan putri tuan rumah, namun mula-mula karena kesadaran mereka bahwa prasangka yang baik bisa membawa keajaiban.
Pikiran positif melahirkan ketakjuban yang bahkan dinilai mustahil terjadi.
Salam….#sahabatMJH